Solo,
Riwayatmu
Kini
Karya: Faiz
Deja Ramadhan
Pagi itu angin dingin masih
berhembus hingga menusuk tulang, tetapi saya dan temanku, Awan sudah melajukan
motor ke jalan raya dari tempat singgah kami sejak kemarin sore setelah
perjalanan dari Yogyakarta kami tempuh. Jalan raya cukup sepi mengingat hari
minggu merupakan hari libur yang tidak membuat banyak orang senang berpergian
sepagi ini. Tapi berbeda dengan masyarakat di kota ini, saat kami memakirkan
kendaraan di tempat parkir lalu sedikit berjalan ke tempat tujuan berolahraga
di minggu pagi, keadaan ramai menyambut kami dengan adanya lalu lalang banyak
orang dengan beberapa kegiatan yang mereka lakukan, seperti lari pagi,
bersepeda, berjalan santai bersama keluarga bahkan ada juga yang membeli
makanan kecil yang dijual para pedagang keliling.
Ini adalah kegiatan Car Free Day di Kota Solo yang baru saya singgahi
pagi ini setelah sebelumnya menginap di pinggiran kota setelah menempuh
perjalanan dari Yogyakarta kemarin, bertempat di Jalan Slamet Riyadi yang merupakan
jalan utama di Kota Surakarta. Saya dan teman saya memang tidak salah
memutuskan untuk mengunjungi kota Solo yang sungguh indah bahkan di tujuan
pertama kami yaitu Car Free Day Jalan Slamet Riyadi yang dapat melepas penat
kami sehari. Saat pertama kali memasuki jalan ini dan bersiap berolahraga pagi,
sambil menikmati hari minggu, saya sejenak berpikir dan melihat sekelilingku
hingga catatan harian di blog yang saya tuliskan menceritakan untaian kata-kata
berikut yang menggambarkan perjalanan dan keindahan Kota Surakarta yang saya
jelajahi seharian pada hari minggu itu.
Solo. Bagi pecinta
jalan-jalan dan pebisnis, mungkin kota budaya sekelas Solo sudah tidak asing
lagi di telinga. Kota yang merombak habis tatanannya pada masa kepemimpinan Jokowi
ini semakin cantik dan mengokokohkan
dirinya sebagai kota budaya berbasis modern. Tak salah memang jika kota ini
menganggap dirinya sebagai Spirit Of Java. Mengingat budaya yang masih terasa
kental dapat berbaur dengan modernisasi dan pembangunan yang berbau multikulturalisme.
Beberapa pusat bisnis juga dibangun di kota ini. Hal itu terbukti dengan tumbuh
suburnya mall dan hotel sebagai investasi bisnis para pengusaha. Namun seringkali
pelancong termasuk saya yang
datang ke kota Solo terkadang harus menelan kekecewaan saat dua kubu Kasunanan
Surakarta sedang bergejolak seperti beberapa waktu lalu. Akibatnya wisatawan
yang berkunjung ke keraton pun terbatas, dan tak dapat menyaksisan kemegahan
serta akulturasi
budaya yang kental di dalamnya. Belum juga beberapa prosesi budaya seperti
arak-arakan pusaka yang biasanya di gelar saat Bulan Muharam tak dapat di
saksikan karena ada dua kubu yang saling serang itu. Sungguh sangat disayangkan atas sikap
yang ditunjukkan
bagi sosok pemimpin kebudayaan yang tidak memberikan rasa nyaman bagi
wisatawan. Seharusnya mereka lebih dapat berkaca dan saling duduk bersama untuk
berpikir
tentang solo yang akan datang, bukan masalah pribadi yang berimbas pada sektor
yang lain.
Namun meninggalkan
sedikit masalah tersebut, Solo sudah banyak berbenah saat ini. Wisatawan
dimanjakan dengan kota kecil berbasis Budaya Jawa namun memiliki gaya Eropa.
Sebagai gambaran pertama kita dapat melihat arsitektur yang ada di Keraton Surakarta yang saya kunjungi setelah menikmati Car Free Day di
Jalan Slamet Riyadi. Bangunan itu dirancang bergaya Eropa-Tiongkok dan Jawa dengan beberapa patung
dan ornamen khas Eropa seperti patung malaikat bersayap.
Begitu juga dengan menara yang dibangun menyerupai pagoda. Tak hanya sampai
disitu saja, saat saya berwisata ke Solo,
hal menarik pertama adalah menelusuri Solo City Walk di sepanjang trotoar pinggir Jalan Slamet Riyadi yang membentang kurang lebih 7
kilometer. Di jalan yang biasanya Solo Car Free Day ini dilaksanakan setiap
minggunya, sembari berjalan di atas trotoar yang lebar dengan payung pepohonan
yang rindang, kita dimanjakan dengan pemandangan kota yang rapi. Selain itu
wisatawan juga dapat mengunjungi kampung batik kauman yang berada di sekitaran
jalan itu. Beberapa pusat kebudayaan juga berada persis di sepanjang jalan kota
yang kini menjadi salah satu ikon kota Solo ini. Beberapa diantaranya adalah
Museum Batik Kuno Nasional Danar Hadi, Taman Sri Wedari, Pura Mangkunegaran dan
Museum Radya Pustaka. Kalau beruntung wisatawan juga akan disuguhi Kereta Jaladara
yang melintas sejajar dengan Solo City Walk, itu tentunya akan memberi
pengalaman yang berbeda, mengingat ada kereta uap berjalan di tengah kota.
Nampak seperti sedang di Eropa bukan? Namun sayang, saya tidak dapat menyaksikan kereta itu. Selain itu bagi
yang suka akan wisata belanja tak usah berkecil hati, karena pembangunan Solo
yang berbasis kota bisnis dan modern ini sudah menghadirkan banyak mall di kota
kecil ini. Bahkan beberapa diantaranya berjajar di sepanjang jalan Slamet
Riyadi, tentunya sambil menikmati kota melalui Solo City Walk juga dapat mampir
ke pusat perbelanjaan dan mall bahkan pasar tradisional Klewer juga dapat
ditempuh di rute ini. Membeli oleh-oleh, souvenir, atau sekedar belanja tak
jadi masalah lagi.
Jika berjalan kaki
terasa melelahkan atau masih ingin melihat landscape Solo yang lebih luas, tak
ada salahnya mencoba wahana baru di kota Solo. Bus tingkat Werkudoro. Bus warna
merah ini di desain mirip dengan bus yang ada di London dan beberapa koda besar
Eropa. Hanya dengan membayar tiket sebesar 20.000 rupiah wisatawan sudah dapat
menikmati keindahan Solo dari atas bus tingkat ini. Bus ini akan mengunjungi
tempat-tempat yang menjadi ikon kota Solo seperti Keraton Surakarta dan Kampung
Batik Lawean. Sayangnya bus ini tidak beroperasi setiap hari, melainkan hanya di hari Sabtu, Minggu,
dan hari libur dengan pemesannan tiket satu hari sebelumnya. Mungkin pihak
terkait harus menambah armadanya sehingga rute perjalanan dapat dilayani setiap
hari tanpa pemesanan tiket sebelumya, sehingga kenyamanan wisatawan dapat
terpenuhi. Kota Solo juga menawarkan banyak taman kota untuk beristirahat atau
sekedar me-refresh
pikiran yang penat akan aktivitas. Taman Balai Kambang yang bersejarah hingga
Taman Perjuangan 45 serta taman-taman kecil lainnya wajib di coba untuk
meregangkan otot sementara. Keberadaan taman-taman itu menambah kokohnya Solo
yang menduplikasi tata kota Eropa Jawa. Solo yang sedang bergejolak, riwayatmu
kini menjadi sebuah kota kecil dengan alkulturasi budaya yang apik. Tunggu apa
lagi, kalau ingin merasakan budaya Jawa yang modern seperti yang membuat saya berkesan berwisata ke kota itu
beberapa waktu lalu tak perlu ragu untuk berkunjung ke Kota Solo atau Surakarta, Jawa Tengah karena Solo adalah The
Spirit Of Java.
Kisah ini dapat dibaca pada buku Buku Wisata Asyik Ala Penulis, Kumpulan Kisah Inspiratif di Lokasi Wisata oleh FAM Jabodetabek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar