SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Jumat, 23 Januari 2015

Karya 32 Dibukukan (Cermin)

Pak Parno
Karya : Faiz Deja Ramadhan

Matahari begitu terik di ubun ubun, aspal yang lekam memantulkan sinarnya membuat keringat bercucuran. Lelaki tua mengayuh becaknya dengan nafas panjang, ibu-ibu yang lebih tua duduk di depan dengan bakul penuh dagangan. Sudah kebayang betapa beratnya ayunan pedal becak itu. Kota Jogja tidak begitu bersahabat saat kemarau tiba bagi abang becak, apalagi saat ini menarik becak bukanlah mata pencaharian yang diunggulkan. Jasanya tak lagi banyak dicari orang, mereka kalah dengan bus trans Jogja atau angkutan yang lebih cepat dan murah. Parno nampak masih setia dengan becak tua warisan mertuanya. Dia hanya meneruskan usaha mertuanya yang telah meninggal, karena memang tahun 1987 becak masih menjadi primadona. Setelah Parno terkena PHK dari perusahaan tempatnya bekerja, dia memutuskan mengambil alih becak tersebut demi menghidupi istri dan kedua anaknya.
Suparno tidak pernah mendapat restu dari orang tuanya, karena menikahi Marsinah seorang gadis miskin yang lebih miskin darinya, namun cinta mempersatukan mereka hingga keduanya dikaruniai dua orang anak, Pargiyanto yang besar dan Riyan yang lebih kecil. Keluarga ini nampak bahagia meski dalam pikiran mereka kemelut selalu ada. Konflik rumah tangga sering muncul antara keduanya, Parno yang hanya lulusan SD tak cukup memiliki keterampilan untuk bekerja di sektor yang lebih tinggi, paling jauh menjadi buruh bangunan. Keputusan hebat dibuat oleh kedua pasangan itu, Marsinah sang istri memilih pergi merantau demi masa depan kedua anaknya, ketika inilah pengorbanan masing-masing terbagi. Marsinah sebagai pengumpul pundi-pundi untuk sekolah kedua anaknya agar tak hanya tamat SD seperti kedua orang tuanya. Sedangkan Parno yang lebih lemah dalam keterampilan harus mengurus anak dan memberi makan keduanya.
Anak-anak Parno semakin tumbuh dewasa dan menjadi sosok pendiam dengan jalan pikiran masing-masing, mereka mandiri dan bertindak hati-hati seperti bapaknya. Keduanya adalah sosok cinta damai karena memang ajaran dari bapaknya yang selalu tenang dan keluarga harmonis meski banyak kekurangan. Parno bukan sekedar bapak yang baik untuk anak-anak, namun dia adalah bapak yang tak kenal lelah merawat anaknya seorang diri kala hidupnya susah. Berkah bagi Parno adalah ketika Tuhan menyelamatkan nyawanya dari musibah gempa bumi yang melanda Jogja tahun 2006 lalu, saat yang lain masih terlelap, berkat kerajinannya dia sudah memasak di dapur, alhasil banyak korban berjatuhan karena tertimpa reruntuhan rumah, sedangkan Parno masih dapat menyelamatkan diri karena dia telah terjaga.
Tahun 2009 istrinya pulang ke tanah air setelah sekian lama berpisah. Salah satu anaknya sudah menjadi pegawai negeri di jajaran angkatan udara, sedangkan si kecil sudah bekerja di sebuah toko retail yang besar di Indonesia. Ini salah satu gambaran dari jerih payah seorang bapak yang berjuang sendiri, seorang laki-laki yang mengesampingkan ego dan mau berbagi dengan istri dalam berbagai hal, tak pernah mengeluh, membentak, bahkan meluapkan emosi yang membuat keluarga merasa tidak nyaman, perjuangannya ada karena dia tahu kalau suatu saat kebahagiaan akan datang dalam keluarga kecilnya.
Sampai kisah dari temanku ini aku tulis, Pak Parno masih menjadi bapak yang baik, tak pernah ada masalah dalam keluarganya. Namun dia tak lagi mengayuh becak, tetapi menjadi tukang bangunan yang turut membangun negeri. Tidak hanya membangun karakter anak-anak dan keluarga kecilnya yang bahagia meski serba kekurangan.

Cerita ini adalah salah satu kontributor pada "Catatan Cinta untuk Ayah" oleh Fp. Bidadari Bercadar Pelangi dan Penerbit Asrifa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar