Pintaku
Pada
Pertiwi
Karya: Faiz Deja Ramadhan
Suatu hari di masa
baru,
aku tak mengharap Indonesia
menjadi baru, itu rancu.
Indonesia lama adalah jati
diri,
kuno, dengan tatanan
norma yang terhormat.
Aku tak inginkan Indonesia
menjadi kaya,
kaya untuk dimanfaatkan
negara lain,
atau bahkan
aku tak ingin Indonesia
menjadi pintar,
pintar ?
Pintar untuk membuat
intrik politik, pintar membangun kebodohan bangsa.
Aku tak bicara
tentang orang, aku tak bicara tentang mereka. Pemimpin.
Aku berkicau tentang
semua. Tentang Indonesia
yang mulai lepas dari pelukan pertiwi.
Indonesia, pada
pertiwi pernah aku memohon. Pada Tuhan dan Tuhan
yang lain.
Yang maha memiliki pertiwi.
Aku ingin doaku
dikabulkan,
aku mengharap ada pemimpin
yang diktator wahai pertiwi.
Aku ingin pemimpin yang diktator.........
Pemimpin yang dengan
kediktatorannya, berani membunuh para koruptor,
Aku ingin pemimpin yang diktator.........
Pemimpin yang dengan
kediktatorannya, serakah menguasai alam Indonesia,
dan enggan
membaginya dengan bangsa lain.
Aku ingin pemimpin yang diktator.........
Pemimpin yang dengan
kediktatorannya mau mengambil uang rakyat,
lalu membaginya dengan rakyat,
membagi untuk pendidikan,
membagi untuk kesehatan,
membagi untuk kesejahteraan dan pembangunan,
Aku ingin pemimpin yang diktator......... wahai pertwi,
aku bicara padamu,
goyahkanlah,
gemparkanlah Indonesia,
lahirkanlah diktator
itu untukku, dan untuk mereka Indonesia,
dan bagi
mereka-mereka koruptor, atau mafia , yang mati dengan pemimpin yang diktator.
Oh pertiwi... aku berdoa di malam saat kembang api menyala,
Saat Indonesia menghamburkan uang untuk mimpi
yang masih angan-angan.
Hadirkan
kediktatoran untukmu pertiwi, untuk kami Indonesia.
Puisi ini dapat dibaca pada buku Gantung Saya di Monas terbitan CV Sunrise Yogyakarta.